Community

Papan Skate dari Batang Pohon Apel: Kalau Kayu Bisa Nge-grind

Salman Apel - Saturday, 14 June 2025 | 08:00 PM

Background
Papan Skate dari Batang Pohon Apel: Kalau Kayu Bisa Nge-grind

Dulu, waktu pertama kali kenal skateboard, kita taunya papan itu dari maple Kanada—kayu yang katanya kuat, lentur, dan udah standar industri banget. Tapi, pernah kepikiran nggak sih, kalau batang pohon apel yang biasanya cuma jadi bahan bakar tungku dapur atau hiasan kebun bisa disulap jadi papan skate? Yap, serius. Ada yang kepikiran buat bikin deck dari batang pohon apel. Bukan buat lucu-lucuan, tapi beneran bisa dipake nge-flip dan nge-slide.

Awalnya, ini semacam eksperimen iseng dari komunitas kecil di Oregon, Amerika sana—tempat yang terkenal dengan pohon apelnya yang subur. Mereka mikir, kenapa batang apel yang udah tua dan nggak produktif lagi malah dibuang atau dipotong buat kayu bakar? Padahal teksturnya padat, serat kayunya halus, dan secara estetika, warnanya punya karakter unik. Jadilah muncul ide gila: bikin skateboard dari kayu apel.

Prosesnya jelas nggak semudah masak mie instan. Pertama, batang pohon apel yang udah dipilih harus dikeringin dulu. Nggak bisa asal tebang terus langsung diproses. Perlu waktu beberapa bulan sampai kadar airnya pas. Setelah kering, kayu dipotong, dipress, dan dibentuk sesuai lekukan khas deck skateboard. Kadang harus dikombinasikan juga dengan lapisan kayu lain biar fleksibilitasnya nggak hilang. Soalnya, kayu apel itu agak keras. Kalau nggak diatur, bisa-bisa papan jadi kayak papan pemotong daging—kaku dan nggak enak dipake.

Tapi justru di situlah letak pesonanya. Skateboard dari kayu apel bukan cuma unik secara visual, tapi juga punya sensasi riding yang beda. Ada yang bilang rasanya kayak lebih stabil pas meluncur, walau memang agak berat dibanding deck konvensional. Tapi ya, buat beberapa skater, bobot ekstra itu malah jadi tantangan yang seru.

Di luar negeri, terutama di Eropa dan Amerika, tren "wood repurposing" alias daur ulang kayu udah lama jalan. Ada yang bikin gitar dari kayu bekas gudang, ada juga yang nyiptain furnitur dari pohon tua yang tumbang. Jadi, skateboard dari batang apel ini sebenernya nyambung sama gerakan itu—menghargai material lokal dan ngurangin limbah.

Nah, bayangin kalau ini dibawa ke Indonesia. Mungkin bukan batang pohon apel, karena apel Malang punyanya nggak sebanyak itu dan pohonnya juga nggak segede di luar negeri. Tapi bisa jadi inspirasi. Kenapa nggak coba dari pohon jambu, rambutan, atau bahkan pohon sukun tua? Siapa tau karakter kayunya unik dan bisa jadi alternatif lokal yang lebih berkelanjutan.

Buat skater yang udah bosen sama deck yang gitu-gitu aja, papan dari kayu apel ini bisa jadi pilihan menarik. Bukan cuma buat nge-skate, tapi juga sebagai pernyataan. Skateboard lo bukan cuma alat buat ngeluncur, tapi juga cerita tentang asal-usul dan proses kreatif yang panjang. Kayak karya seni yang bisa lo injek, literally.

Harga papan kayak gini emang nggak bisa dibilang murah. Karena produksinya masih terbatas dan banyak yang handmade, satu deck bisa dihargai dua kali lipat dari deck biasa. Tapi ya, itu harga yang lo bayar buat sesuatu yang unik dan nggak massal.

Ngomong-ngomong, gue pernah lihat satu deck dari kayu apel yang finishing-nya pake resin bening, jadi serat-serat kayunya kelihatan jelas. Keren banget! Kayak gabungan antara skateboard dan karya kriya. Ada juga yang ukir nama atau gambar di bagian tail-nya. Personal banget.

Yang bikin tambah seru, komunitas yang mainin skateboard dari kayu apel ini juga punya misi edukasi. Mereka sering bikin workshop, ngajarin cara bikin deck sendiri dari kayu lokal, bahkan ngajak anak-anak muda buat lebih peduli sama lingkungan. Jadi, nggak cuma soal gaya atau hobi, tapi juga soal makna.

Akhir kata, papan skate dari batang pohon apel ini adalah bukti bahwa kreativitas bisa tumbuh dari hal yang nggak biasa. Sesuatu yang dianggap remeh kayak batang pohon tua bisa berubah jadi alat ekspresi diri, jadi simbol perlawanan terhadap budaya instan dan massal. Jadi, kalau suatu hari lo nemu skateboard dengan serat kayu unik dan aroma samar apel pas dicium, bisa jadi itu bukan ilusi. Itu batang apel yang udah bereinkarnasi jadi papan seluncur jalanan.

Dan mungkin, itulah cara pohon apel tetap hidup—bukan di kebun, tapi di bawah kaki lo, di tengah jalanan kota, menari di atas beton dan aspal.

Sumber Foto : POGO