Manisnya Nggak Mainstream: Selai Apel
Salman Apel - Sunday, 08 June 2025 | 01:00 PM


Kalau lo pernah bangun kesiangan di hari Minggu, terus buru-buru ngopi sambil buka roti tawar seadanya, besar kemungkinan lo pernah ketemu yang namanya selai apel. Atau setidaknya pernah lihat di rak minimarket, terselip di antara selai stroberi dan cokelat hazelnut yang jauh lebih populer. Tapi mari kita jujur — berapa banyak dari kita yang sengaja beli selai apel?
Gue nggak nyalahin lo kalau jawabannya nol besar. Soalnya selai apel ini memang kayak temen SMA yang baik tapi jarang diajak nongkrong — underrated, selalu ada, tapi nggak pernah jadi spotlight.
Padahal, kalau mau jujur-jujuran, selai apel itu punya pesona tersendiri. Rasanya nggak terlalu manis sampai bikin eneg, tapi juga nggak terlalu asam kayak mantan yang nyakitin. Ada balance yang bikin dia cocok jadi teman sarapan atau bahan eksperimen di dapur. Bahkan kalau lo lagi sok-sokan masak pancake sendiri, selai apel bisa jadi topping yang nggak kalah enak dari maple syrup (dan jelas lebih murah).
Buat yang belum pernah coba, selai apel tuh biasanya punya tekstur yang lebih lembut dari selai stroberi, tapi nggak cair juga. Warnanya cenderung cokelat keemasan, tergantung apelnya pakai jenis apa. Kalau lo pernah makan saus apel di film-film barat, nah, mirip-mirip gitu, cuma lebih kental dan manis.
Di luar negeri, terutama di negara-negara Barat, selai apel alias apple jam atau apple butter ini lumayan populer. Apalagi pas musim gugur, di mana apel panen dan semua orang tiba-tiba jadi kreatif bikin pie, cider, sampai selai segala rupa. Tapi di Indonesia? Yah, apel aja mayoritas masih impor. Kecuali lo tinggal di Malang, peluang lo nyicipin selai apel homemade cukup kecil.
Padahal bikin selai apel itu nggak susah-susah amat. Bahan dasarnya cuma apel, gula, air, dan kadang ditambah kayu manis atau lemon buat sentuhan rasa. Kalau lo punya waktu dan sedikit niat, lo bahkan bisa bikin sendiri di rumah. Tinggal kupas apel, potong kecil-kecil, rebus sama gula dan air, lalu diaduk sampai teksturnya pas. Setelah itu, simpan di toples kaca dan siap temani pagi-pagi lo yang sendu.
Tapi ya balik lagi, siapa sih di zaman serba instan ini yang sempat bikin selai sendiri? Makanya eksistensi selai apel di rak-rak supermarket bisa dibilang sebagai perwujudan dari segelintir orang yang masih percaya pada sentuhan alami — atau minimal pengen coba sesuatu yang beda dari selai biasa.
Gue pribadi mulai suka selai apel bukan karena iseng, tapi karena suatu hari stok selai cokelat abis dan yang tersisa di rumah cuma sebotol selai apel punya nyokap. Awalnya gue skeptis. Apel? Dioles ke roti? Nggak masuk di kepala. Tapi begitu dicoba... eh, kok enak juga ya. Rasanya ringan, ada aroma segar, dan nggak bikin mulut terasa tebel kayak habis makan cokelat setoples.
Sejak itu, gue mulai ngulik cara lain buat nikmatin si selai apel ini. Dicampur ke yogurt, diaduk ke dalam oatmeal, atau bahkan jadi campuran buat saus salad. Iya, lo nggak salah baca — selai apel ternyata bisa jadi bagian dari dressing salad kalau lo campur sama mustard dan olive oil. Rasanya? Aneh tapi nagih.
Dan jangan salah, di dunia perbakingan, selai apel bisa jadi senjata rahasia. Ada yang pakai selai apel sebagai pengganti minyak atau telur di resep kue biar lebih sehat. Karena teksturnya yang lembut dan manis alami, dia bisa bantu bikin kue tetap moist tanpa harus kebanyakan gula atau lemak. Canggih, kan?
Lucunya, walaupun selai apel punya banyak potensi, keberadaannya di Indonesia masih kayak band indie yang cuma dikenal di circle tertentu. Lo nggak bakal nemu promosi besar-besaran soal selai apel di TV atau TikTok. Tapi begitu lo masuk ke komunitas pecinta masak rumahan atau ibu-ibu kreatif di Pinterest, wih, selai apel bisa jadi bintang utama.
Ada juga sisi romantis dari selai apel. Mungkin karena proses pembuatannya yang lama dan butuh kesabaran, dia sering diasosiasikan dengan rasa sayang yang tulus. Di beberapa cerita keluarga barat, selai apel itu kayak warisan resep nenek yang dibagi ke anak-cucu. Satu toples bisa jadi simbol kehangatan rumah.
Sayangnya, di sini, warisan nenek lebih sering berupa rendang atau sambel. Tapi siapa tahu, 10-20 tahun lagi, selai apel bisa punya tempat spesial di hati generasi yang tumbuh dengan YouTube cooking channel dan tren hidup sehat ala-ala.
Akhir kata, selai apel itu kayak cinta yang datang pelan-pelan. Nggak langsung bikin deg-degan, tapi begitu lo kenal, lo bakal sadar kalau dia layak diperjuangkan. Jadi, lain kali kalau lo liat selai apel di rak minimarket, jangan cuma lewat. Siapa tahu, lo nemu rasa baru yang bikin sarapan lo lebih berwarna.
Dan hei, kalau dunia udah terlalu pahit, nggak ada salahnya nyoba sesuatu yang manis... tapi nggak lebay. Kayak selai apel.
Sumber Foto : thespruceeats
Next News

Apel dan Skateboard: Dua Hal yang Nggak Nyambung Tapi Nyambung
4 months ago

Segarnya Sirup Apel, Cuy!
4 months ago

Permen Apel: Manisnya Masa Kecil yang Sekarang Jadi Nostalgia Mahal
4 months ago

Ketika Apel Jadi Manisnya Hidup: Ode untuk Pudding dan Jelly Apel
4 months ago

Es Krim Apel: Rasa yang Jarang Nongol, Tapi Segar di Lidah
4 months ago

Gigit, Tutup Mata, Rasakan Damai
4 months ago

Smoothies apel: bukan cuma minuman, tapi gaya hidup yang belum lo sadari lo butuhin.
4 months ago

Jus Apel, Si Jagoan Segar yang Sering Diremehkan
4 months ago

Apel Washington di Ujung Bibir: Ketika Rokok dan Liquid Bercumbu dengan Buah Segar
4 months ago

Cara Segar Mengupas Apel Washington: Nggak Biasa, Tapi Bikin Penasaran
4 months ago